Semua setuju bahwa menyusui bermanfaat untuk ibu dan bayi.
Selain memenuhi kebutuhan nutrisi bayi, menyusui juga menciptakan ikatan antara ibu dan anak.
Oleh karena itu, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO dan UNICEF merekomendasikan agar anak-anak memulai menyusui dalam satu jam pertama kelahiran dan disusui secara eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan.
“Artinya tidak ada makanan atau cairan lain yang diberikan, termasuk air,” demikian bunyi situs WHO.
Tetapi, banyak mitos seputar menyusui yang bikin para ibu ragu.
Di atara mitos itu adalah menyusui bikin payudara kendur, payudara kecil hanya mengahsilkan sedikit air susu ibun atau ASI, dan menyusui jadi kontrasepsi alami.
Dokter spesialis obstetri dan ginekologi India, Radhamany K, mengungkap beberapa mitos yang populer.
Simak penjelasannya yang dilansir dari Indian Express.
1.
Payudara besar menghasilkan lebih banyak ASI Ukuran payudara tergantung pada jumlah jaringan lemak yang ada di payudara.
Wanita dengan payudara lebih kecil memiliki lebih sedikit jaringan lemak dan sementara mereka dengan payudara lebih besar memiliki lebih banyak jaringan lemak.
“Terlepas dari ukuran payudara, semua wanita sepenuhnya mampu menghasilkan pasokan ASI yang sehat karena diproduksi oleh jaringan kelenjar dan bukan oleh jaringan lemak,” kata Radhamany.
Namun, wanita dengan payudara lebih kecil mungkin harus menyusui lebih sering karena jumlah ASI yang dapat ditampung jaringan payudara lebih sedikit, dia menambahkan.
2.
Menyusui menyebabkan payudara kendur Menurut Radhamany, menyusui tidak mempengaruhi bentuk atau ukuran payudara.
Payudara dipengaruhi oleh peningkatan alami kepenuhan selama kehamilan dan penurunan berat badan segera setelahnya.
Namun, payudara tetap membesar saat menyusui.
“Setelah menyusui, payudara perlahan mengecil.
Ligamen yang menopang payudara wanita meregang karena semakin berat selama kehamilan.
Setelah kehamilan, bahkan jika seorang wanita tidak menyusui, peregangan ligamen dapat menyebabkan kendurnya payudara,” ujar dia.
3.
Tidak boleh minum obat selama menyusui “Sekitar 15 persen obat biasanya ditransfer melalui ASI dan hanya 1-2 persen yang diserap oleh bayi,” katanya.
Menurut Radhamany, parasetamol, inhaler asma, vitamin, dan sebagian besar antibiotik benar-benar aman dikonsumsi selama menyusui.
Namun, kodein, dekongestan hidung, aspirin, obat herbal, obat antikanker, retinoid oral, yodium, amiodaron, statin, amfetamin, ergotamin (agen anti migrain) harus dihindari.
“Menyusui bayi tepat sebelum ibu minum obat menyebabkan bayi menerima konsentrasi obat serendah mungkin.
Risiko keracunan obat lebih tinggi pada bayi prematur dan sakit, tetapi jarang terjadi pada bayi di atas enam bulan,” katanya.
4.
Wanita sakit tidak boleh menyusui Radhamany mengatakan bahwa menyusui dapat dilanjutkan jika ibu mengalami flu, demam, diare, muntah, dan mastitis.
“Juga, keuntungan tambahannya adalah dapat mentransfer antibodi pelindung, dalam kondisi seperti HIV, virus limfotropik sel T tipe I atau tipe II (HTLV-1/2), menyusui dengan virus ebola dikontraindikasikan.
Berikut adalah kondisi ibu yang tidak bisa menyusui misalnya: urosepsis, septikemia, pneumonia, PPP, syok dan yang membutuhkan perawatan di ICU,” tambahnya.
5.
Menyusui mencegah hamil “Ovulasi dapat terjadi pada sekitar 50 persen wanita menyusui meskipun amenore (tidak ada menstruasi).
Oleh karena itu, tindakan pencegahan yang tepat harus diambil.
Mereka tetap amenore jika ovulasi tidak terjadi,” katanya.
Menyusui sebagai alat kontrasepsi disebut Metode Amenore Laktasi.
Jika dilakukan dengan sempurna, metode ini bisa sama efektifnya dengan kontrasepsi hormonal.
Menyusui tidak akan mencegah kehamilan jika bayi diberi susu formula selain ASI.
Metode Amenorea Laktasi memiliki tingkat kegagalan <2 persen. "Pemberian susu formula, pemompaan alih-alih menyusui, dan pemberian makanan padat kepada bayi, semuanya mengurangi efektivitas amenorea laktasi sebagai pengendalian kelahiran,” kata dia.